Kamis, 17 Juni 2010

MINERAL LIAT DAN MINERAL PEMBENTUK BATUAN

MINERAL LIAT DAN MINERAL PEMBENTUK BATUAN

PENDAHULUAN
Pengertian liat (clay) mencakup dua aspek yaitu liat dalam artian butir ( < 2µ ) dan liat dalam perngertian wujud mineral. Sedangkan definisi liat yang dapat diterima oleh berbagai pihak yang berkompeten masih belum ada kesepakatan. Definisi sekarang yang masih sangat tergantung pada latar belakang keilmuannya.
Bagi pakar kedokteran dan gizi, mineral dapat diartkan sebagai unsur K, N, Ca, Mg dan sebagainya. Sedangkan bagi pakar tanah mineral dapat diartikan sebagai benda halus yang berukuran kurang dari 2 µ atau suatu bentukan alam yang tersusun atas Si-tetrahedron dan Al-oktahedron.
Mineral adalah senyawa alami yang terbentuk melalui proses geologis. Istilah mineral termasuk tidak hanya bahan komposisi kimia tetapi juga struktur mineral. Mineral termasuk dalam komposisi unsur murni dan garam sederhana sampai silikat yang sangat kompleks dengan ribuan bentuk yang diketahui (senyawaan organik biasanya tidak termasuk). Ilmu yang mempelajari mineral disebut mineralogi.
Mineral liat merupakan salah satu komponen tanah yang sangat penting karena mineral liat dapat menentukan sifat fisik maupun kimia tanah. Tanah dapat mengembang dan mengerut, muatan tanah (KTK) dan konsistensi tanah disebabkan oleh jenis mineral liat yang dominan dalam tanah.
BAB II
MINERAL LIAT
Mineral liat merupakan komponen penting dalam tanah sehingga keberadaanya dapat menentukan sifat dan ciri tanah. Beberapa aspek penting yang berkaitan dengan sifat mineral liat adalah :
a. Muatan (Kapasitas Tukar Kation)
b. Diffuse Double Layers
c. Mengembang-mengkerut
d. Konsistensi
Muatan merupakan hal yang sangat penting dalam menetapkan sifat dan ciri tanah. Muatan pada umumnya dinyatakan dalam satuan Kapasitas Tukar Kation (KTK) atau Kapasitas Tukar Anion (KTA). Penyebab timbulnya muatan pada mineral liat antara lain karena : fenomena luas permukaan atau adanya ketidakseimbangan muatan dalam susunan kristal. Muatan dapat bersifat permanen apabila muatan itu tidak tergantung pH, sedangkan muatan yang tidak permanen adalah muatan yang tergantung pH. Muatan tidak bergantung pH adalah muatan yang timbul akibat susunan atom pada komposisi kristal tidak seimbang antara muatan (+) da ngan muatan (-). Nilai muatan ini tetap pada berbagai nilai pH, jika pH tanah dinaikkan atau diturunkan maka muatan yang ada pada liat selalu tetap.

Berdasarkan hasil penelitian muatan permanen untuk setiap mineral liat beragam tergantung pada jenis dan susunan mineral liat
Tabel Muatan Permanen pada berbagai Mineral Liat
NO MINERAL LIAT TIPE KTK(CMOL/1KG)
1 Kaolinit 1 : 1 3 – 15
2 Halloisit 2 H2O 1 : 1 5 – 10
3 Halloisit 4 H2O 1 : 1 40 – 50
4 Monmorillonit 2 : 1 80 – 150
5 Illit 1 : 1 10 – 40
6 Vermikulit 2 : 1 100 – 150
7 Khlorit 2 : 1 : 1 10 – 40
8 Sepiolit 2 : 1 : 1 20 – 30
9 Attalpugit 2 : 1 : 1 20 – 34
10 Paligokarsit 2 : 1 : 1 21 – 30

Berdasarkan tabel di atas tampak bahwa mineral liat yang tergolong monmorillonit dan vermikulit merupakan mineral liat yang mempunyai muatan permanen yang paling besar diantara 10 mineral liat yang ada. Sedangkan mineral liat yang paling kecil muatannya adalah kaolinit dan haolisit.
Muatan yang tidak tetap dan tergantung pH merupakan muatan yang timbul akibat adanya perubahan struktur dan muatan negatif yang timbul akibat adanya gugusan OH- dalam sistem liat akibat dissosiasi dari H2O. Mineral yang muatannya tergantung pH, nilai KTKnya dapat besar dan dapat kecil, besar kecilnya muatan sangat tergantung pada pH tanah.
BAB III
JENIS MINERAL LIAT PENTING
Dalam bidang ilmu tanah jenis mineral liat merupakan salah satu komponen penting untuk diketahui. Dengan mengetahui jenis mineral liat yang dominan, maka para pakar tanah dapat menginterpretasikan lebih jauh tentang potensi sumber daya tanah baik tingkat kesuburan, sifat fisik serta kemampuan lahannya.
Sifat lain untuk menentukan mineral liat harus dilihat dari :
1. muatannya
2. sifat mengembang dan mengkerut
3. konsistensi
4. fiksasi unsur hara
5. drainase
mineral liat tipe 1 : 1 adalah :
KAOLONIT
Ciri-ciri :
- Rumus ideal : Al2Si2O5(OH)4
- Basal spacing (XRD) = 7.14Å
- Merupakan mineral tipe 1 : 1 dengan komposisi Al3+ di lembar oktahedral dan Si4+ di lembar tetrahedral.
- Sangat sedikit kemungkinan untuk mengalami substitusi isomorfik
- KTK relatif kecil ( 1- 10 me/100g ).
- Ditemukan banyak pada tanah-tanah yang telah mengalami pelapukan lanjut, seperti Ultisol dan Oxisol.
HALLOYSIT
Ciri-ciri :
- Rumus ideal : Al2Si2O5(OH)4.H2O
- Basal spacing (XRD) = 7.4 – 10.0 Å
- Merupakan mineral tipe 1 : 1 yang sama dengan mineral Kaolinit, kecuali pada interlayernya dipisahkan oleh lapisan molekul air
- Umumnya mineral liat silikat berbentuk plat tipis tetapi Halloysit berbentuk tabung, lembarannya menggulung.
- Biasa ditemukan pada deposit vulkanik, khusunya abu dan gelas volkan seperti tanah Andisol.
mineral liat tipe 2 : 1 adalah :
TALK DAN PYROPHILIT
Ciri-ciri :
- Rumus ideal : (Mg6)(Si8)O20(OH4) dan (Al4)(Si8)O20(O4)
- Basal spacing (XRD) = 9.3Å
- Merupakan mineral tipe 2 : 1 yang sangat sederhana, dikenal sebagai prototip mineral liat 2 : 1
- Phrophilit terbentuk oleh alterasi hidrotermal Feldspar. Talk terdapat sebagai hasil alterasi temperatur tinggi dan batuan ultra basik dan juga terbentuk selama termal metamorf rendah dan silikat-dolomit.
- Kedua mineral ini jarang ditemukan didalam tanah.

MONMORILONIT
Ciri –ciri :
- Rumus ideal : Nax[(Al2-xMgx)Si4O10(OH)2]
- Merupakan mineral tipe 2 : 1
- Mengalami substitusi isomorfik yang kurang sempurna, antara Al3+ menggantikan Si4+ di tetrahedral dan Mg2+ atau Fe2+ menggantikan Al3+ di oktahedral.
- Na di interlayer.
- Basal spacing (XRD) = 9.6 - 18Å
- Mudah mengembang bila basah dn mengkerut apabila kering.
- Muatan permukaan permanen.
- KTK = 80- 100 me/100g
- Luas permukaan total 600 – 80 m2/g dimana 80% dari luasnya merupakan permukaan internal.
- Merupakan koloid beraktivitas tinggi, plastisitas dan kohesi cukup tinggi
- Umumnya ditemukan pada tanah Vertisol dan Mollisol..
MIKA
Ciri-ciri :
- Rumus ideal : K[(Al2(Si3Al)O10(OH)2]
- Merupakan mineral tipe 2 : 1
- K+ di interlayer yang terikat kuat.
- Basal spacing (XRD) = 10 Å
- Mineral yang banyak di tanah sebagai mineral primer
- KTK = 20- 40 me/100g
- Luas permukaan total 70 - 120 m2/g.
- Tidak mengembang pada saat basah, plastisitas sedang karena ada fiksasi K+
- Mika yang dikeluarkan K+ (K+ sedikit) dan lebih banyak air disebut Hidrous Mika (Illit) jika K+ digantikan oleh Mg2+ maka menjadi Vermikulit.
Vermikulit
Ciri-ciri :
- Rumus ideal : [Mg(H2O)6]n[Mg,Fe]3(Si4-n,Aln)O10(OH)2] dan Mg(H2O)62+
- Merupakan mineral tipe 2 : 1 yang terbentuk dari mineral mika akibat perombakan hidrotermal, dimana K+ pada mineral digantikan oleh Mg2+.
- Pada interlayer terdapat Mg(H2O)62+
- Terjadi substitusi isomorfik antara Al3+ dengan Si4+ di tetrahedral.
- Basal spacing (XRD) = 10 - 15 Å
- Luas permukaan total 600 - 800 m2/g.
- Muatan permukaan permanen.
- KTK = 120- 150 me/100g
- Kurang mengembang bila basah, muatan lapisan lebih tinggi.
- Pada interlayer dapat dijenuhi oleh K+ atau NH4+ (fiksasi).




mineral liat tipe 2 : 1 : 1 adalah :
Chlorit
Ciri- ciri :
- Rumus ideal : [AlMg2(OH)6]x[Mg3(Si4-xAlx)O10(OH)2]
- Basal spacing (XRD) = 14 Å
- Luas permukaan total 70 - 150 m2/g.
- KTK = 10 – 40 me/100g
PENGARUH ZEOLIT DAN BAHAN HUMIK PADA ULTISOL TERHADAP KETERSEDIAAN HARA DAN PRODUKSI JAGUNG (Zea mays L)

OLEH :

Ramson Sitorus Jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara, Medan

ABSTRAK

Penelitian pengaruh pemberian zeolit dan bahan humik pada Ultisol terhadap ketersediaan hara dan hasil jagung, bertujuan untuk melihat pengaruh pemberian zeolit dan bahan humik pada Ultisol dan interaksinya terhadap ketersediaan hara dan produksi jagung. Penelitian berbentuk Faktorial 2x3, ditempatkan menurut Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan tiga ulangan. Perlakuan terdiri dari dua faktor; Faktor zeolit (Z) yang terdiri dari dua taraf yaitu Zo=0 ton/ha dan Z1=6 ton/ha. Faktor bahan humik (H) yang terdiri dari 3 taraf yaitu Ho=0 mg/kg, H1=75 mg/kg dan H2= 150 mg/kg. Diuji menggunakan uji F (Fisher's Test) dan uji lanjutan Duncan's New Multiple Range Test (DNMRT). Hasil penelitian menunjukkan bahwa interaksi zeolit dan bahan humik belum memperlihatkan peningkatan N total, P tersedia dan K tersedia tanah, tetapi telah dapat menurunkan Al-dd tanah dan meningkatkan KTK tanah. Pemberian zeolit sebanyak 6 ton/ha dapat menurunkan kejenuhan Al sebesar 0,08 me/100 g, pemberian bahan humik sebanyak 75 mg/kg menurunkan kejenuhan Al sebesar 0,38 me/100 g dan pemberian bahan humik 75 mg/kg dan zeolit 6 ton/ha secara bersamaan dapat meningkatkan KTK tanah sebesar 2,41 me/100 g.

Kata kunci: Zeolit, bahan humik, Ultisol, ketersediaan hara, produksi


PENDAHULUAN

Lahan kering yang masih berpotensi untuk perluasan areal pertanian, umumnya ditempati oleh tanah marginal atau tanah bereaksi masam. Salah satu tanah yang bereaksi masam di Indonesia adalah Ultisol, yakni seluas 38,401 juta hektar dan tersebar di pulau-pulau Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Irian Jaya (Hardjowigeno, 1986). Selain bereaksi masam, menurut Ahmad (1990) Ultisol merupakan tanah yang telah mengalami pelapukan lanjut dan didominasi oleh mineral liat kaolinit.
Walaupun Ultisol mempunyai potensi yang besar, namun produktifitas tanahnya rendah. Hal ini disebabkan oleh sifat-sifat tanah seperti: pH dan KTK tanah yang rendah, miskin terhadap kation basa, Al-dd tinggi yang dapat meracun tanaman, fiksasi unsur N, P, K dan Ca serta mudah tererosi (Nyakpa, et al. 1988).
Usaha-usaha untuk meningkatkan produktifitas Ultisol ini telah banyak dilakukan seperti dengan pengapuran, pemupukan, penambahan bahan organik dan bahan-bahan lain yang dapat memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah.
Salah satu usaha yang belum banyak dilakukan untuk memperbaiki sifat tanah ini yaitu dengan pemberian zeolit. Pemberian zeolit pada tanah masam dapat meningkatkan ketersediaan unsur hara bagi tanaman. Menurut Mumpton (1983), zeolit merupakan bahan pemantap tanah yang dapat meningkatkan reaksi pada tanah masam dan memperbaiki sifat kimia tanah, meningkatkan kemampuan memegang air serta dapat memegang hara dan melepasnya secara perlahan-lahan.
Alternatif lain yang dapat digunakan untuk memperbaiki sifat tanah, baik sifat fisik, kimia, dan biologi tanah adalah dengan penambahan bahan humik. Tan (1982) mengatakan bahwa bahan humik adalah bahan koloidal terpolidispersi yang bersifat amorf, berwarna kuning hingga coklat-hitam dan mempunyai berat molekul relatif tinggi. Bahan humik berperanan dalam reaksi kompleks dalam tanah dan dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman secara langsung maupun tidak langsung. Secara tidak langsung, dapat memperbaiki kesuburan tanah dengan mengubah kondisi fisik, kimia dan biologi tanah. Secara langsung bahan humik dapat merangsang pertumbuhan tanaman melalui pengaruhnya terhadap metabolisme dan terhadap proses fisiologi lainnya (Tan, 1982).
Dari uraian di atas dikatakan bahwa dengan pemberian zeolit maupun bahan humik dapat memperbaiki kesuburan tanah. Diharapkan dengan pemberian zeolit dan bahan humik secara bersamaan pada tanah akan lebih meningkatkan kesuburan tanah dan produktifitas tanah. Untuk itu penulis tertarik melakukan penelitian dengan judul "Pengaruh Pemberian Zeolit dan Bahan Humik pada Ultisol terhadap Ketersediaan Hara dan Produksi Jagung (Zea mays L.). Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh pemberian zeolit, bahan humik pada Ultisol dan interaksinya terhadap ketersediaan dan hasil tanaman jagung.

BAHAN DAN METODA
Penelitian dilaksanakan di Rumah Kaca Fakultas Pertanian Universitas Andalas Padang, Tanah yang digunakan adalah Ultisol. Sebagai perlakuan digunakan beberapa takaran zeolit yang berasal dari Pusat Pengembangan Teknologi Mineral (PPTM) Bandung dan bahan humik yang digunakan diperoleh dengan mengekstrak tanah gambut pada tingkat pelapukan saprik dengan NaOH 0,1 M (Lampiran 1).
Rancangan yang digunakan dalam percobaan ini berbentuk Faktorial 2x3 yang ditempatkan menurut Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan tiga ulangan.
Faktor I (Z = takaran zeolit) :
Zo = 0 ton/ha (tanpa zeolit)
Z1 = 6 ton/ha (21 g zeolit/pot)
Faktor II (H = takaran bahan humik) :
Ho = 0 mg bahan humik/kg tanah (tanpa bahan humik)
H1 = 75 mg bahan humik/kg tanah (525 mg bahan humik/pot)
H2 = 150 mg bahan humik//kg tanah (1050 mg bahan humik/pot)
Pengambilan tanah dilakukan pada kedalaman 0-20 cm secara bulk komposit. Zeolit dan bahan humik diberikan berdasarkan berat tanah yang digunakan tiap pot sesuai dengan perlakuan. Zeolit diberikan dengan cara dicampur secara merata dengan tanah, sedangkan bahan humik dilarutkan dengan air sampai penyiraman tanah pada kapasitas lapang, lalu ditutup dengan plastik, selanjutnya diinkubasi selama 3 minggu.
Pemupukan dasar dilakukan sehari sebelum tanam, masing-masing Urea 200 kg/ha (4 g urea/pot), SP-36 sebanyak 175 kg/ha (3,5 g SP-36/pot) dan KCl 150 kg/ha (3 g KCl/pot). Penanaman jagung dilakukan sehari setelah pupuk dasar dengan menugalkan 3 benih jagung tiap pot. Biji sebelum tanam dicampur dengan Rhidomil agar tanaman tidak terserang penyakit bulai. Setelah tanaman berumur satu minggu dilakukan penjarangan dengan mempertahankan satu tanaman masing-masing pot. Pemeliharaan meliputi penyiangan, penyiraman serta pemberantasan hama dan penyakit. Penyiangan dilakukan setiap ada gulma yang tumbuh, sedangkan penyiramana dilakukan setiap hari (1 kali sehari) dan dipertahankan dalam keadaan kapasitas lapang. Panen dilakukan apabila jagung cukup tua, yaitu bila kulit (kelobot) sudah kuning setelah berumur 13 minggu.

Pengamatan
Analisis contoh tanah awal meliputi: C-organik, pH tanah, N-total, P tersedia, Al-dd, K-dd; Na-dd; Ca-dd dan Mg-dd, serta KTK tanah. Sedangkan analisis tanah setelah inkubasi meliputi: C-organik, pH tanah, P tersedia, N total, K tersedia, Al-dd dan KTK. Untuk penetapan produksi parameter yang diamati adalah berat biji kering pipilan, yang dikonversikan keberat pada kadar air 14%.


HASIL DAN PEMBAHASAN

Sifat Kimia Tanah Awal
Hasil analisis sifat kimia tanah awal yang dinilai berdasarkan kriteria ditampilkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil Analisis Sifat Kimia Tanah Awal.
No Sifat Tanah Nilai Kriteria
1. C-Organik (%) 2,05 sedang
2. N-Total (%) 0,14 rendah
3. Ratio C/N 14,64 sedang
4. P-tersedia (ppm) 5,70 rendah
5. Ca-dd (me/100 g) 0,83 sangat rendah
6. Mg-dd (me/100 g) 0,20 sangat rendah
7. Na-dd (me/ 100 g) 0,11 rendah
8. K-dd (me/100 g) 0,15 rendah
9. KTK (me/100 g) 11,12 rendah
10. AI-dd (me/100 g) 2,05 -
11. Kej. Al (%) 57,50 sangat tinggi
12. pH H2O 4,75 masam
12. pH KC1 3,90 -
Dari Tabel 1 dapat disimpulkan bahwa tanah yang digunakan dalam penelitian ini bereaksi masam dengan pH H2O 4,75, tingkat kesuburan tanah rendah, meliputi P-tersedia dan N-total rendah, C-organik dan ratio C/N sedang, kandungan basa-basa berkisar rendah sampai sangat rendah, kejenuhan Al yang sangat tinggi 57,5%, serta mempunyai KTK tanah yang rendah yaitu 11,12 me/100g.
Secara keseluruhan tanah yang digunakan dalam penelitian ini mempunyai tingkat kesuburan rendah (Tabel 1) meliputi N total, P tersedia, K tersedia yang rendah, pH tanah rendah dan kejenuhan Al sangat tinggi. Kondisi tersebut menurut Soepardi (1983) umumnya ditemukan pada Ultisol yang telah berumur lanjut dengan bahan induk batuan masam dan terletak pada zone iklim tropis basah dengan curah hujan yang tinggi, sehingga terjadi pencucian intensif terhadap kation-kation basa dan menyebabkan kandungan hara menjadi rendah serta rendahnya pH tanah akibat tingginya kandungan Al dan fiksasi P.

Sifat Kimia Tanah Sesudah Inkubasi
Hasil analisis sifat kimia tanah setelah masa inkubasi yang dinilai dengan kriteria LPT, 1983 adalah C organik dan pH tanah, sedangkan yang diuji dengan uji F dan dilanjutkan dengan uji lanjutan DNMRT adalah N total, P tersedia, K tersedia, AI-dd dan KTK tanah. Hasil analisis C-organik dan pH tanah setelah masa inkubasi disajikan pada Tabel 2, sedangkan sifat kimia tanah N total, P tersedia, K tersedia, AI-dd dan KTK tanah setelah masa inkubasi disajikan pada Tabel 3 di bawah ini.

Tabel 2. Hasil Analisis C-Organik dan pH Tanah Setelah Inkubasi.
Zeolit (ton/ha) Bahan Humik ( mg / kg )
0 75 150
C-organik (%)
0 1,97 r 2,26 s 2,54 s
6 2,25 s 2,19 s 2,40 s
pH H2O
0 4,51 m 4,43 sm 4,42 sm
6 4,40 sm 4,40 sm 4,35 sm
pH KCl
0 3,90 3,92 3,91
6 3,90 3,92 3,92
Keterangan: r = rendah m = masam s = sedang sm = sangat masam

Dari Tabel 2 dilihat bahwa setelah perlakuan terlihat kecenderungan peningkatan kandungan C-organik, dibandingkan dengan tanah awal. Pemberian zeolit tanpa bahan humik dapat meningkatkan kandungan C-organik dan pemberian bahan humik tanpa zeolit juga meningkatkan kandungan C-organik.
Pemberian perlakuan zeolit 6 ton/ha dan bahan humik 75 dan 150 mg/kg (Tabel 2), terlihat kecenderungan peningkatan kandungan C-organik tanah dibandingkan dengan tanah awal. Kandungan C-organik tanah meningkat karena zeolit dapat memperbaiki kondisi tanah dengan cara memperbaiki aerasi tanah yang mengakibatkan mikroorganisme tanah aktif melakukan dekomposisi sehingga dapat meningkatkan kandungan C-organik tanah.
pH H2O tanah setelah inkubasi secara keseluruhan menunjukkan penurunan dari 4,75 menjadi 4,51 sampai 4,35 (Tabel 2). Hal ini terjadi karena zeolit mempunyai kandungan Al2O3 yang cukup tinggi, sehingga dapat menurunkan pH tanah.

Tabel 3. Nilai F dari Pengaruh Zeolit dan Bahan Humik Terhadap Sifat Kimia Tanah
Parameter F. hitung F. tabel 5%
Zeolit Humik Interaksi Zeolit Humik Interaksi
N total tanah 17,20* 5,06* 2,98 ns 4,75 3,88 3,88
P tersedia 30,85* 0,32 ns 4,20* 4,75 3,88 3,88
K tersedia 3,25ns 0,95 ns 0,56ns 4,75 3,88 3,88
Al-dd 2,00 ns 7,88* 5,38* 4,75 3,88 3,88
KTK 141,12* 41,23* 16,86* 4,75 3,88 3,88
Keterangan: *) berbeda nyata ns) berbeda tidak nyata

Penurunan pH H2O setelah pemberian zeolit 6 ton/ha (Tabel 2), karena zeolit mempunyai kandungan Al2O3 sebesar 10,81% (Lampiran 2) sehingga Al akan berikatan dengan OH- dan konsentrasi H+ meningkat, sedangkan penurunan pH H2O akibat pemberian bahan humik 75 dan 150 mg/kg, karena bahan humik mengandung asam-asam yang dapat menyumbangkan H+ kedalam tanah.
Kandungan N Total Tanah
Berdasarkan hasil uji F dan uji DNMRT terhadap kandungan N total tanah setelah inkubasi dapat disajikan Tabel 4. Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa pada taraf ini belum ada interaksi pemberian zeolit dan bahan humik terhadap kandungan N-total tanah. Dengan pemberian zeolit 6 ton/ha dapat menurunkan kandungan N-total tanah secara nyata. Pemberian bahan humik 150 mg/kg dapat meningkatkan kandungan N-total tanah. Peningkatan N-total tanah ini disebabkan oleh sumbangan N dari bahan humik yang ditambahkan, karena bahan humik kaya akan unsur nitrogen.

Tabel 4. Pengaruh Pemberian Zeolit dan Bahan Humik Terhadap N-Total Tanah Setelah Inkubasi (%)
Zeolit (ton/hal) Rata-rata
0 0,17 a
6 0,13 b
Bahan humik (mg/kg) Rata-rata
0 0,13 a
75 0,15 ab
150 0,17 b
Keteragan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama menurut kolom tidak berbeda nyata menurut DNMRT taraf 5%

Penurunan kandungan N total tanah setelah pemberian zeolit sebanyak 6 ton/ha (Tabel 4) diduga karena zeolit mempunyai muatan negatif yang dapat menarik kation ke pemukaan dalam antara satuan kisi mineral. Ion NH4+ berukuran hampir sama dengan rongga kisi kristal, sehingga ion-ion tersebut diikat erat dan hanya dapat dilepaskan secara perlahan untuk tanaman (Sarief, Komar, Hulaimi, 1990). Namun walaupun demikian diharapkan ion NH4+ yang diikat merupakan sebagai cadangan unsur hara untuk tanaman berikutnya. Peningkatan N total setelah pemberian bahan humik 150 mg/kg disebabkan oleh sumbangan N dari bahan humik yang kaya akan unsur nitrogen.

Kandungan P tersedia tanah
Pengaruh pemberian zeolit dan bahan humik terhadap kandungan P tersedia tanah setelah masa inkubasi disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Pengaruh Zeolit dan Bahan Humik Terhadap P Tersedia Tanah (ppm)
Zeolit (ton/ha) Bahan Humik (mg/kg)
0 75 150
0 5,76a (A) 6,57a (A) 5,65a (A)
6 4,44a (B) 4,07a (B) 5,02a (A)
Keterangan : Angka - angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama menurut baris dan huruf besar yang sama menurut kolom tidak berbeda nyata menurut DNMRT taraf 5%.

Dari Tabel 5 terlihat bahwa ada interaksi antara pemberian zeolit dan bahan humik terhadap P tersedia tanah. Tetapi pemberian bahan humik dan penambahan takarannya belum memperlihatkan peningkatan P tersedia tanah.
Pemberian bahan humik sebanyak 150 mg/kg (Tabel 5), dapat meningkatkan P tersedia tanah. Hal ini diduga karena takaran bahan humik yang diberikan belum mampu membentuk kompleks metal organik maupun khelat dengan ion logam terutama Al dan Fe sehingga mengurangi kelarutannya. Menurut Tan (1982), P tersedia akan meningkat bila pada tanah diberikan ¬asam organik, asam-asam organik akan berikatan dengan ion Al dan Fe yang berada dalam larutan tanah.

Kandungan K tersedia tanah
Hasil analisis memperlihatkan tidak ada interaksi zeolit dan bahan humik terhadap K tersedia tanah, hal ini dapat dilihat padaTabel 6.
Dari Tabel 6 dapat dilihat bahwa tidak ada pengaruh pemberian zeolit dan bahan humik terhadap K-tersedia tanah dan juga tidak ada pengaruh pemberian zeolit dan bahan humik terhadap ketersediaan K tanah.

Tabel 6. Pengaruh Pemberian Zeolit dan Bahan Humik Terhadap K Tersedia Tanah
Perlakuan Rata-rata (me/100 g)
Zeolit (ton/ha)
0 0,16a
6 0,25 a
Bahan Humik (mg/kg)
0 0,24 a
75 0,22 a
150 0,18 a
Keterangan : Angka - angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama menurut kolom tidak berbeda nyata menurut DNMRT taraf 5%.

Kandungan Al-dd Tanah
Pengaruh pemberian zeolit dan bahan humik terhadap kandungan Al tanah setelah masa inkubasi disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Pengaruh Pemberian Zeolit dan Bahan Humik Terhadap Al-dd (me/100 g)
Zeolit (ton/ha) Bahan Humik (mg/kg)
0 75 150
0 2,28 a (A) 1,672 b (A) 2,128 a (A)
6 1,976 a (B) 1,9 a (A) 1,9 a (A)
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama menurut baris dan huruf besar yang sama menurut kolom berbeda tidak nyata menurut DNMRT 5%

Dari Tabel 7 dapat dilihat bahwa ada interaksi antara pemberian zeolit dan bahan humik terhadap kandungan Al-dd tanah. Pada perlakuan Zo (0 ton zeolit/ha) pemberian bahan humik 75 mg/kg dapat menurunkan Al-dd, tetapi dengan penambahan takaran sampai 150 mg/kg kandungan Al-dd meningkat kembali. Pada perlakuan Z1 (6 ton zeolit/ha) pemberian bahan humik belum memperlihatkan perbedaan nyata terhadap penurunan kandungan Al-dd.
Pada perlakuan Ho (0 mg /kg) pemberian zeolit sebanyak 6 ton/ha menurunan kandungan Al-dd tanah secara nyata. Tetapi pada perlakuan H1 (75 mg bahan humik/kg) dan H2 (150 mg bahan humik/kg) pemberian zeolit sebanyak 6 ton/ha' belum dapat menurunkan kandungan kandungan Al-dd secara nyata.
Pemberian zeolit sebanyak 6 ton/ha justru memperlihatkan penurunan P karena mempunyai kandungan Al203 yang cukup tinggi, disamping itu terjadi hidrolisis Al sehingga dapat meningkatkan konsentrasi H+ kedalam tanah sehingga dapat memasamkan tanah.

KTK Tanah
Berdasarkan hasil uji F dan uji DNMRT terhadap data hasil analisis KTK tanah setelah masa inkubasi disajikan pada Tabel 8. Dari Tabel 8 dapat dilihat bahwa ada interaksi pemberian zeolit dan bahan humik terhadap KTK tanah. Pada perlakuan Z0 (0 ton/ha), pemberian bahan humik berpengaruh nyata terhadap peningkatan KTK tanah. Sedangkan pada perlakuan Z1 (6 ton/ha), pemberian bahan humik belum berpengaruh nyata terhadap peningkatan KTK tanah. Pada perlakuan H0 (0 mg/kg) dan H1 (75 mg/kg), pemberian zeolit sebanyak 6 ton/ha sudah meningkatkan KTK tanah secara nyata, kecuali pada perlakuan H2 (150 mg/kg) pemberian zeolit 6 ton/ha belum meningkatkan KTK secara nyata.

Tabel 8. Pengaruh Pemberian Zeolit dan Bahan Humik Terhadap KTK (me/ 100 g).
Zeolit (ton/ha) Bahan Humik (mg/kg)
0 75 150
0 12,24 c (A) 12,59 b (A) 13,32 a (A)
6 13,32 a (B) 13,53 a (B) 13,55 a (A)
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama menurut bans dan huruf besar yang sama menurut kolom berbeda tidak nyata menurut DNMRT 5%

Peningkatan KTK tanah setelah pemberian zeolit 6 ton/ha (Tabel 8), karena KTK zeolit jauh lebih tinggi dibandingkan dengan KTK tanah, sehingga pemberian zeolit dapat meningkatkan KTK tanah. Menurut Ushioda (1989 cit. Suwardi dan Suryaningtyas, 1995) zeolit merupakan mineral silikat berongga yang mempunyai KTK sangat tinggi sekitar 150 me/100 g. Pemberian bahan humik 150 mg/kg juga dapat meningkatkan KTK tanah, yang sebabkan oleh tingginya KTK bahan humik. Menurut Nyakpa et al. (1988) koloid humus yang terdiri dari asam humin, humik dan vulfik mempunyai KTK yang sangat besar berkisar 150-300 me/100 g.

Produksi
Nilai F hitung hasiI analisis sidik ragam produksi jagung disajikan pada Tabel 9 di bawah ini. Pada Tabel 9 dapat dilihat interaksi zeolit dan bahan humik belum memperlihatkan peningkatan produksi jagung.

Tabel 9. Hasil Analisis Uji F Produksi Jagung
Parameter F. hitung F. tabel
Z H Interaksi Z H Interaksi
Berat biji 0,033ns 0,057 ns 0,0134ns 4,75 3,88 3,88
Keterangan:
*) berbeda nyata
ns) tidak berbeda nyata

Pemberian zeolit dan bahan humik belum memberikan pengaruh nyata terhadap berat biji kering tanaman. Hal ini diduga pemberian perlakuan masih belum optimal mempengaruhi sifat kimia tanah, seperti masih rendahnya ketersediaan hara, tingginya kandungan Al tanah, dan masih rendahnya pH tanah. Menurut Soeprapto (1995) pH optimal bagi pertumbuhan tanaman jagung adalah 5,5 sampai 7,0.


KESIMPULAN

Dari uraian di atas, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Interaksi pemberian zeolit 6 ton/ha dengan bahan humik 75 dan 150 mg/kg belum berpengaruh nyata terhadap N total, K tersedia, dan hasil jagung, tetapi berpengaruh nyata terhadap P tersedia, kejenuhan Al dan KTK tanah.
2. Pemberian bahan humik 150 mg/kg secara mandiri sudah dapat meningkatkan kandungan N total tanah. Pemberian zeolit secara mandiri dapat meningkatkan KTK tanah secara nyata.


DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, F. 1990. Penggunaan asam organik terhadap mobilitas Al dan peningkatan kapasitas tukar kation (KTK) tanah Ultisol. Pusat Penelitian Universitas Andalas. Padang. 29 hal.
Hardjowigeno, S. 1986. Genesa dan klasifikasi tanah. Jurusan Tanah Fakultas Pertanian IPB. Bogor. 284 hal.
Mumpton, F.A.1983. Natural zeolites.Zeo-Agriculture Zeolite. New York. hal 33-43.
Nyakpa, M.Y., A.M. Lubis, M.A. Pulung, A.G. Amrah, A. Munawar, G.B. Hong dan Hakim. 1988. Kesuburan tanah. Universitas Lampung. Lampung. 258 hal.
Sarief, S, Komardi P.A. dan A. Hulaimi. 1990. Peranan zeolit untuk meningkatkan produktivitas tanah dan hasil tanaman rumput raja. Seminar/Kolokium Pusat Pengembangan Teknologi Mineral PPTM. Bandung. 17 hal.
Soepardi, G. 1983. Sifat dan ciri tanah. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 591 hal.
Soeprapto, H.S. 1995. Bertanam jagung. Seri Pertanian XXVII / 82 / 87. Penebar Swadaya. Jakarta. 59 hal.
Suwardi dan D.T. Suryaningtyas. 1995. Pengaruh pemberian zeolit terhadap Kapasitas Tukar Kation (KTK) tanah dan produksi tanaman tomat. Jurnal Pertanian Indonesia vol. 5 (2). 1995. hal 82-89.
Tan, K.H. 1982. Principles of soil chemistry. Marcel Dekker Inc. New York. 267 p.

CARA PEMBUATAN BERBAGAI KOMPOS

CARA PEMBUATAN BERBAGAI KOMPOS

Oleh :

Ramson Sitorus (060303010)/Ilmu Tanah

Kompos atau humus adalah sisa-sisa mahluk hidup yang telah mengalami pelapukan, bentuknya sudah berubah seperti tanah dan tidak berbau. Kompos memiliki kandungan hara yang lengkap meskipun persentasenya kecil. Kompos juga mengandung senyawa-senyawa lain yang sangat bermanfaat bagi tanaman.
Kompos ibarat multivitamin bagi tanah dan tanaman. Kompos memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah. Kompos akan mengembalikan kesuburan tanah. Tanah keras akan menjadi lebih gembur. Tanah miskin akan menjadi subur. Tanah masam akan menjadi lebih netral. Tanaman yang diberi kompos tumbuh lebih subur dan kualitas panennya lebih baik daripada tanaman tanpa kompos. Pada prinsipnya semua bahan yang berasal dari mahluk hidup atau bahan organik dapat dikomposkan. Daun-daunan, pangkasan rumput, ranting, dan sisa kayu dapat dikomposkan. Kotoran ternak, binatang, bahkan kotoran manusia bisa dikomposkan. Kompos dari kotoran ternak lebih dikenal dengan istilah pupuk kandang. Sisa makanan dan bangkai binatang bisa juga menjadi kompos.
Membuat kompos sangat mudah. Secara alami bahan organik akan mengalami pelapukan menjadi kompos, tetapi waktunya lama antara setengah sampai satu tahun tergantung bahan dan kondisinya. Agar proses pengomposan dapat berlangsung lebih cepat perlu perlakuan tambahan. Pembuatan kompos dipercepat dengan menambahkan aktivator atau inokulum atau biang kompos. Aktivator ini adalah jasad renik (mikroba) yang bekerja mempercepat pelapukan bahan organik menjadi kompos. Bahan organik yang lunak dan ukurannya cukup kecil dapat dikomposkan tanpa harus dilakukan pencacahan. Tetapi bahan organik yang besar dan keras, sebaiknya dicacah terlebih dahulu. Aktivator kompos harus dicampur merata ke seluruh bahan organik agar proses pengomposan berlangsung lebih baik dan cepat.
Bahan yang akan dibuat kompos juga harus cukup mengandung air. Air ini sangat dibutuhkan untuk kehidupan jasad renik di dalam aktivator kompos. Bahan yang kering lebih sulit dikomposkan. Akan tetapi kandungan air yang terlalu banyak juga akan menghambat proses pengomposan. Jadi basahnya harus cukup. Bahan juga harus cukup mengandung udara. Seperti halnya air, udara dibutuhkan untuk kehidupan jasad renik aktivator kompos. Untuk melindungi kompos dari lingkungan luar yang buruk, kompos perlu ditutup. Penutupan ini bertujuan untuk melindungi bahan/jasad renik dari air hujan, cahaya matahari, penguapan, dan perubahan suhu.
Bahan didiamkan selama beberapa waktu hingga kompos matang. Lama waktu yang dibutuhkan antara 2 minggu sampai 6 minggu tergantung dari bahan yang dikomposkan. Bahan-bahan yang lunak dapat dikomposkan dalam waktu yang singkat, 2 – 3 minggu. Bahan-bahan yang keras membutuhkan waktu antara 4 – 6 minggu. Ciri kompos yang sudah matang adalah bentuknya sudah berubah menjadi lebih lunak, warnanya coklat kehitaman, tidak berbau menyengat, dan mudah dihancurkan/remah.
1. Pupuk Kompos
Bahan
a. Jerami
b. Daun-daunan, pelepah pisang, potongan rumput, sisa hasil pertanian
c. Pupuk kandang: kotoran itik, ayam, sapi, kambing,
d. Abu dapur
e. Kapur
f. EM-Lestari
Cara Pembuatan
Timbun bahan-bahan tersebuts ecara berlapis-lapis kecuali EM-lestari
a. Lapisan pertama dalah jerami 15 cm
b. Lapisan kedua pupuk kandang 5 cm
c. Lapisan ketiga bahan organik: pelepah pisang, potongan rumput, daun-daunan, dll, setinggi 30 cm
d. Lapisan keempat abu dapur/kapur setinggi 2 cm
f. Lapisan kelima pupuk kandang setinggi 5 cm
Setiap menumpuk satu lapisan kemudian disiram dengan larutan EM-lestari yang sudah diencerkan. Setiap 1 gelas EM-lestari dicampur dengan satu ember air dan kemudian disiram-siramkan pada setiap lapisan. Penyiraman hendaknya hati-hati agar tidak terlalu basah. Penimbunan tersebut bisa berulang-ulang sampai setinggi 1 s/d 1,5 meter. Hal ini untuk menjaga agar proses pengadukan bisa mudah. Lapisan paling akhir adalah lapisan tanah yang subur. Setelah itu tutuplah dengan bahan bukan plastik. Bila kompos terasa panas aduklah agar terjadi proses pengaliran udara dan pencampuran bahan. Diperkirakan setelah 15 hari atau 2 minggu kompos sudah dapat digunakan.
Prinsip pembuatan kompos
a. Menjaga kelembaban
Kelembaban berperanan penting dalam proses pembuatan kompos dan mutu kompos. Kelembaban optimum adalah 50-60%. Rndahnya kelembaban udara menurunkan proses penguraian, bila terlalu tinggi menghambat aliran udara.
b. Pembalikan
Pembalikan diperlukan agar kompos tidak kekurangan udara dan mempercepat proses penguraian. Proses penguraian akan berjalan lambat jika kompos kekurangan udara.
c. Peneduh
Agar proses penguraian bahan organik berlangsung sempurna usahakan tempat pembuatan kompos terlindung dari hujan dan sinar matahari secara langsung. Karenanya tempat kompos perlu dibuatkan pelindung.
Cara penggunaan Kompos
Penggunaan pupuk organis: pupuk kandang, kompos atau pupuk hijau diberikan pada saat sebelum tanam atau saat tanaman sudah tumbuh. Pupuk dimasukkan ke dalam tanah atau dicampur dengan tanah sedalam 20 cm. Bisa juga dengan membuatkan alur-alur pada tanah dan ini dilakukan 1 minggu sebelum tanam. Pada waktu tanaman hendak ditanam pupuk diaduk dengan tanah. Jumlah pupuk yang diberikan tergantung jenis tanaman.
2. Pupuk cair
Banyaknya kandungan unsur hara yang ada di dalam lahan pertanian yang ada di lahan saudara dapat dilihat secara sederhana dari penampakan warna tanaman di lahan saudara. Misalnya ada tanaman yang kelihatan hijau sementara yang lainnya terlihat kekuningan. Tanaman hijau menggambarkan bahwa tanah tersebut mempunyai cukup unsur hara. Sedangkan tanaman yang berwarna kuning biasanya menunjukkan bahwa tanah tersebut tidak cukup mempunyai unsur hara.
Untuk memudahkan unsur hara dapat diserap tanah dan tanaman bahan organik dapat dibuat menjadi pupuk cair terlebih dahulu. Pupuk cair menyediakan nitrogen dan unsur mineral lainnya yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman, seperti halnya pupuk nitrogen kimia. Kehidupan binatang di dalam tanah juga terpacu dengan penggunaan pupuk cair. Pupuk cair tersebut dapat dibuat dari kotoran hewan yang masih baru. Kotoran hewan yang dapat digunakan misalnya kotoran kambing, domba, kelinci atau ternak lainnya.
Pembuatan pupuk cair dapat dilakukan dengan cara menempatkan kotoran ternak ke dalam goni. Kumpulkan 30-50 kg kotoran ternak yang masih segar. Masukkan dalam karung goni dan ikatlah karung tersebut. Masukkan karung yang berisi kotoran ke dalam drum yang berisi air 200 liter air. Dengan mengangkat ke atas dan kebawah dalam drum maka kotoran ternak tersebut akan muda larut. Lakukan setiap 3 hari. Dibutuhkan waktu kira-kira 2 minggu untuk melarutkan semua unsur hara dalam pupuk ke dalam air. Larutan siap bila warna ini berubah menjadi coklat tua. Cara lain, untuk memperkirakan kapan larutan telah siap/jadi adalah melalui penciuman. Hari pertama akan terasa bau amoniak yang kuat. Setelah 10-14 hari, bau tersebut menjadi berkurang.
Larutan tersebut merupakan pupuk cair yang bagus untuk memupuk pertumbuhan tanaman. Pupuk ini dapat digunakan untuk berbagai macam tanaman. Untuk mendapatkan hasil yang bagus lebih baik pupuk cair tersebut diencerkan terlebih dahulu sebelum digunakan. Untuk satu bagian larutan, tambahkan 1 atau 2 bagian air. Larutan tersebut digunakan untuk menyiram tanaman, di sekeliling tanaman. Beberapa tanaman dapat juga langsung menggunakan pupuk cair tersebut misalnya jagung. Ampas dari sisa pupuk cair ini dapat digunakan sebagai mulsa tanaman atau ditambahkan untuk pembuatan kompos.
Manfaat Pupuk Cair
Pupuk cair lebih mudah terserap oleh tanamn karena unsur-unsur di dalamnya sudah terurai. Tanaman menyerap hara terutama melalui akar, namun daun juga punya kemampuan menyerap hara. Sehingga ada manfaatnya apabila pupuk cair tidak hanya diberikan di sekitar tanaman, tapi juga di atas daun-daun.
Penggunaan pupuk cair lebih memudahkan pekerjaan, dan penggunaan pupuk cair berarti kita melakukan tiga macam proses dalam sekali pekerjaan, yaitu :
- Memupuk tanaman
- Menyiram tanaman
- Mengobati tanaman
Bahan Pembuatan Pupuk Cair
Pupuk cair bisa dibuat dari bahan yang mempunyai unsur-unsur yang mudah atau bisa terurai di dalam air, misalnya:
- Pupuk hewan
- Daun-daunan (terutama dari kacang-kacangan)
- Kompos
Cara Pembuatan Pupuk Cair
Masukkan kotoran hewan dalam goni dan rendamlah dalam drum tertutup. Aduklah pupuk cair dalam drum sekali seminggu. Setelah beberapa minggu pupuk dapat digunakan. Lama waktu pembuatan :
- Pupuk cair dari daun/kompos setelah 2 minggu
- Pupuk cair dari pupuk kandang setelah 3 minggu
Untuk penggunaan bisa juga dicampurkan dengan berbagai bahan organik. Campuran :
- Daun / kompos : 1 bagian pupuk cair dengan 3 bagian air,
- Pupuk kandang : 1 bagian pupuk cair dengan 5 bagian air ;

Penggunaan Pupuk Cair
Pemakaian pupuk cair adalah waktu tanaman berumur 2-3 minggu setelah perkecambahan Penggunaan pupuk cair adalah terutama untuk tanaman di persemaian atau di kebun kecil, karena jumlah pupuk cair terbatas.
Waktu pemupukan sebaiknya pagi atau sore hari, sehingga pupuk cair tidak cepat menguap atau tidak hilang oleh hujan. Untuk menghindari supaya daun tanaman tidak terbakar encerkan pupuk cair. Mulailah dengan campuran yang paling encer terlebih dahulu.

3. Pupuk daun
Pupuk daun akan menjadikan tanaman lebih baik dan sehat. Pemberian pupuk daun diberikan melalui pencampuran pupuk dengan tanah agar diserap melalui akar. Banyak petani menanam tanaman yang lebih sehat dengan pemakaian pupuk. Pupuk memberi makan pada tanaman dalam bentuk hara untuk membuat tanaman lebih kuat. Biasanya pupuk dicampur dengan tanah dan di serap tanaman melalui perakaran. Pupuk daun masuk ke dalam tanaman melalui lubang-lubang kecil pada daun yang disebut mulut daun (stomata). Lubang-lubang ini membuka dan menutup dan begitu kecil, sehingga kita tidak dapat melihatnya
Tanaman bernapas melalui lubang-lubang kecil tersebut. Lubang-lubang kecil tersebut juga digunakan tanaman untuk mengambil unsur hara dari udara. Mulut daun ini biasanya terbuka sepanjang malam sampai pagi hari, dan tertutup pada tengah hari untuk menjaga kelembaban. Mungkin kita sering menggunakan pupuk daun sebagai penambah unsur hara bagi tanaman agar tumbuh lebih sehat dan kuat dan tumbuh lebih cepat sehingga mampu melawan hama dan penyakit.
Pupuk daun biasanya dibuat dari bahan yang mengandung hara yang diperlukan tanaman seperti besi, belerang, nitrogen dan kalium. Pemberian hara tambahan ini pada tanaman akan membantunya tumbuh lebih kuat dan lebih sehat.
Pupuk daun dapat dibuat dari tanaman-tanamn lokal yang ada di sekitar kita yang mengandung unsur-unsur besi, belerang, nitrogen dan kalium. Tanaman tersebut misalnya sejenis Solanum nigrum/terung leuca.
Cara Pembuatan Pupuk Daun
Ambillah setengah kilogram daun Solanum nigrum. Berilah 4 liter air dan didihkan campuran tersebut selama 15 menit Biarkan larutan tersebut menjadi dingin. Setelah dingin saringlah larutan tersebut. Campurlah larutan tersebut dengan 32 liter air. Gunakan untuk memupuk tanaman. Caranya dengan menyemprotkannya pada daun tanaman. Untuk mendapatkan kekentalan yang lebih anda bisa mengurangi jumlah air campuran. Atau menambah jumlah daun. Waktu yang terbaik untuk menyemprotkan pupuk daun adalah sore hari. Penyemprotan disarankan untuk diulangi setiap 5 hari sekali hingga saat panen.
Yang perlu diingat adalah bahwa pupuk daun dapat menyebabkan daun-daun lunak terbakar karenanya harus hati-hati jangan sampai larutan terlalu pekat. Karenanya pupuk daun harus diencerkan terlebih dahulu. Paling sedikit 4 bagian air ditambahkan pada laurutan. Adakan percobaan dengan konsentrasi (kepekatan) yang berbeda-beda. Anda bisa melakukan percobaan dengan tanaman lain yang mungkin lebih bagus. Daun tanaman kacang-kacangan mungkin lebih baik. Langkah yang lebih baik juga anda dapat melakukan uji coba dengan beberapa baris dan menandainya. Kepekatan campuran yang terbaik akan anda dapatkan dengan pengujian tersebut.

4. Bokashi
Bokashi adalah salah satu cara untuk membuat pupuk organik yang juga mudah dilakukan.
Bahan
a. Kotoran ayam 60%
b. Tanah 25%
c. Merang padi 10%
d. Bungkil/ampas 5%
Jika bahan hanya terdiri dari kotoran ayam saja maka tumpukan akan kekurangan udara. Padahal proses fermentasi sangat membutuhkan udara, air dan panas. Proses fermentasi bokashi ini normal terjadi dalam waktu 14 s/d 21 hari. Jagalah agar kandungan air dalam tumpukan calon bokashi ini cukup. Temperatur bokashi jika fermentasi terjadi akan berkisar 40 s/d 450 C. Jika melebihi suhu tersebut tambahkan air untuk menurunkan temperatur. Jika temperatur di bawah kondisi normal tambahkan tanah atau merang padi sehingga kandungan air terserap ke dalam tanah atau merang padi tersebut.

5. Pupuk KCl.
Pupuk KCl sebenarnya dapat dibuat sendir meski kandungan KCl-nya tidak sebesar kandungan pupuk KCL dari pabrik.
Bahan:
a. Sabut kelapa
b. Air
c. Drum
Cara pembuatan :
Masukkan sabut kelapa ke dalam drum sampai berisi setengahnya. Isilah drum dengan air sampai penuh. Tutuplah drum rapat-rapat. Biarkan drum dalam keadaan tertutup selama 2 minggu. Bila air berubah menjadi hitam kandungan KCl dalam sabut kelapa sudah larut. Air tersebut bisa langsung digunakan sebagai pupuk tanaman.
Caranya Aplikasi
Ambilah air dalam drum gunakan siramkan pada tanaman. Penyiraman pada tanaman bisa dilakukan berkali-kali tergantung kebutuhan. Setelah air diambil semuanya sabut kelapa tersebut masih bisa diberi air dan dengan perlakuan sama dan digunakan sebagai pupuk lagi. Bila warna air sudah jernih sabut kelapa harus diganti dengan yang baru.
6. Mengumpulkan mikroorganisme Sebagai Pupuk Hayati
Mikroorganisme dapat ditemukan di semua tempat, terutama pada bahan organik. Organisme mikro hidup di sekitar atau di bawah tempat yang teduh dan memakan sisa bahan organik. Organisme mikro yang dibutuhkan untuk pertanian dan akan dikumpulkan di sini paling banyak terdapat di bawah akar pohon bambu. Karena pohon bambu mengeluarkan getah manis yang merupakan bahan makanan bagi organisme mikro.
Cara untuk mengumpulkan organisme mikro adalah:
1. Masak beras putih sedikit keras (air sedikit dikurangi.
2. Setelah nasi tersedia, letakkan dalam wadah kayu atau plastik dengan ketebalan tidak lebih dari 7 cm. Bila terlalu tebal, organisme mikro akan kekurangan oksigen.
3. Tutupi nasi tersebut dengan kertas (jangan menggunakan kain karena dapat menyerap air).
4. Kuburkan nasi tersebut di bawah pohon bambu dan tutupi dengan plastik agar tidak kehujanan dan tutupi juga dengan kawat kasa agar tidak dimakan tikus.
5. Biarkan selama 3 hari
Cara penggunaan.
1. Campurkan nasi tersebut dengan gula coklat denga perbandingan 1 : 1. Peras campuran tersebut hingga ada cairan lengket yang keluar. Cairan inilah yang digunakan.
2. Simpan dalam wadah dan letakkan dalam tempat sejuk dan terlindung dari sinar matahari selama 3 hari.
4. Campurlah cairan ini dengan air dengan perbandingan 1 : 1000 (satu banding seribu)
5. Campurlah air tersebut dengan dedak padi sehingga mempunyai kelembaban 50% (bila dedak sudah dapat dikepal dan membentuk bola berarti kelembaban sudah cukup).
6. Tutupi campuran dedak ini dengan jerami padi setebal 1 cm.
8. Biarkan selama 7 s/d 10 hari. Setelah itu bisa digunakan untuk mempercepat pembuatan kompos dan pelapukan sisa tanaman
Sebarkan dan campurkan bahan tersebut apda bahan kompos yang akan dibuat.
Cara Pengumpulan Mikroorganisme Dengan Cara Fermentasi sari tanaman
Daun tanaman dapat dimanfaatkan untuk bahan baku mengumpulkan mikroorganisme. Fungsi dari sari tanaman ini adalah memberi makanan pada mikroorganisme. Bahan-bahan yang diperlukan adalah 6 kg sayuran, daun-daunan atau batang pisang. 3 kg gula.
1. Sayuran, daun atau batang pisang dipetik sebelum matahari muncul atau sebelum embun padi hilang, karena embun pagi sangat sesuai untuk aktifitas mikroorganisme. semua bagian tanaman dapat digunakan
2. Sayuran jangan dicuci. Cincang menjadi 3 s/d 5 bagian. Bila batang pisang potong setebal 2 cm dan kemudian diperkecil menjadi 1 s/d 2 bagian. Bahan yang dibutuhkan sekitar 6 kg.
3. Bagilah sayuran menjadi dua bagian sama besar.
4. Ambil bagian pertama dan letakkan dalam wadah tanah liat. Campur dengan 1 kg gula coklat. Padatkan campuran tersebut.
5. Ambilah bagian yang lain dan campurlah dengan gula coklat 1 kg masukkan dalam wadah yang sama dan tekanlah hingga padat.Tambahkan 1 kg gula coklat di atas kedua campuran tersebut.
6. Ambillah kantong plastik dan penuhilah dengan air dan ikatlah. Letakkan kantong ini di atas sehingga campuran tetap berada di bawah dan tidak ada udara dalam campuran. Tutupi wadah tersebut dengan kertas dan biarkan selama 1 hari.
7. Buang kantong air dan tutupi kembali wadah tersebut. Letakkan wadah pada tempat yang tidak ada semutnya. Biarkan selama 5 s/d 7 hari. setelah 5 s/d 7 hari campuran ini sudah siap digunakan
8. Di sarankan untuk tidak mencampur berbagai macam sayuran atau bahan karena setiap sayuran atau bahan mempunyai mikroorganisme yang berbeda sehinga akan mempunyai pertumbuhan yang berbeda. Larutan yang baik tidak mempunyai bau alkohol.
Penggunaan
Larutan ini bisa digunakan untuk menyiram sayuran dari pembenihan hingga masa panen. campurlah bahan ini dengan perbandingan 1:500 (satu banding lima ratus). Larutan ini juga merangsang pertumbuhan tanaman, melapukkan bahan organik dalam tanah, perbaikan tanah dan mendorong kehidupan mikroorganisme dalam tanah.




7. EM-Lestari 1 Sebagai Pupuk Hayati
Bahan:
1. Buah-buahan yang sudah masak sebanyak 1 kg. Berbagai macam buah bisa digunakan sebagai bahan.
2. Tetes tebu/nira/legen/air gula 1 liter.
Cara pembuatan EM-Lestari 1
Buah yang sudah tua dan masak diblender lalu disaring diambil airnya. Sari buah kemudian dicampur dengan tetes/legen/aren/nira dengan perbandingan 1:1. Simpan larutan atau bahan tersebut pada tempat yang terbuat dari gerabah di tempat sejuk. Diamkan selama selama 15 hari atau dua minggu. Setelah 15 hari larutan sudah siap digunakan. Larutan ini setelah 15 hari disimpan mempunyai khasiat yang sama dengan EM atau M-bio. Keuntungan lainnya adalah bebas dari kimia dan dapat digunakan sebagai pupuk cair dan juga mempercepat pengomposan jerami.
Untuk pupuk cair setiap 1 liter EM-Lestari dicampur dengan 10 liter air. Gunakan untuk menyiram tanaman. Larutan tersebut sudah berfungsi sebagai pestisida alami dan pupuk cair bagi tanaman, bisa juga untuk mempercepat pembuatan kompos.

8. EM- Lestari 2 Sebagai Pupuk Hayati
Bahan:
1. air leri (air cucian beras) yang kental 1 liter
2. EM-lestari 10 sendok makan
3. alkohol kadar 40% 10 sendok (bila tidak ada bisa diganti dengan air tape 30 sendok)
4. cuka 10 sendok makan
5. gula pasir 1 ons
Cara pembuatan EM- Lestari 2
Semua bahan dicampur jadi satu dalam tempat atau wadah tertutup selama 15 hari. Kocok setiap pagi dan sore. Setelah 15 hari larutan tersebut sudah dapat digunakan dan sudah menjadi EM-lestari 2


Kegunaan EM- Lestari 2
EM-lestari 2 ini dapat digunakan sebagai pupuk cair dan mengendalikan hama dan penyakit tanaman.
Hama yang dapat dikendalikan antara lain: wereng, ulat, walangsangit, banci dan serangga lain.
Cara penggunaan EM- Lestari 2
Campurlah 1 sendok EM-lestari 2 dengan 1 liter air. semprotkan pada tanaman yang terserang hama. Bila digunakan sebagai pupuk berikanlah pada akar tanaman.